Perempuan dengan roman muka cemberut dengan sudut-sudut bibir tertarik ke bawah itu, menumpahkan semua yang di otaknya dengan sakit perut yang amat dalam.
"Ini sakitku bukan karena apapun, ini sakitku bukan berasal dari sini tapi dari atas kepalaku. Sedikitpun aku tidak menginginkan sakitku ini, tiada perlu kamu bertanya kenapa dan mengapa tak dihindari, karena memang sudah waktunya", katanya.
Ia menghela nafas panjang, mengibaskan rambutnya yang tidak terlalu indah, hanya panjang dan kecoklatan dengan potongan trap masa kini. Menerawang dan meneropong masa lalu yang gelap tertinggal di belakang. Kemudian ia mengaduk isi tasnya dan mengeluarkan sebungkus rokok mild warna putih.
“Mau?”,
aku menggelengkan kepala, diotakku terbersit pertanyaan usang “ ada apa perempuan stress dan rokok” dimana-mana kegalauan digambarkan dengan hisapan rokok, helaan nafas dan hembusan asap dari mulut monyong.
“Aku dua tiga..lepas dari penjara dusta, maghligai tidak jelas dari neraka.”
“Stop!” potongku lirih dan tegas.
“ Perkawinan?” selidikku.
Dia mengangguk tak acuh tapi kemudian menelengkan kepala ke-samping dan menggoyang-goyangkan telunjuknya ke kanan dan kekiri. Menari.
“Mungkin ya tapi besar kemungkinan juga tidak. Karena tidak semua jelas disini. Kami tidak pernah berkomitmen, ayah ibu kami berkomitmen, kami hanya mengucapkan janji mereka. Aku dua satu, Maida , feminim sekali ya namanya, mungkin emang he’s a bitch, forget it, dia waktu itu dua tiga. Aku baru kenal 4 bulan, nafsuku kelewat gedhe, aku tertarik dengan hal-hal baru, aku hanya ingin tahu ada apa yang bergerak di balik celana dalamnya, saat dia mencoba menciumku. Dan terjadi...you know what”
perempuan itu terengah sendiri ditengah ritual hisap dan hembus rokoknya. Mungkin teringat saat –saat dia terengah yang sudah usang atau juga mulai terganggu dengan banyakany asap yang bergumpal berdesak mengotori paru2 dan seluruh isi perutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar