Through the separation
Years gone by. Moths. Weeks. Days.
The creatures are still hardly swallowing the lemon's life had given
Once awhile awaken by nightmare, their chest clenching caused by the familiar pain of missing their abandoned loves.
Through the separation
Years gone by. Moths. Weeks. Days.
The creatures are still hardly swallowing the lemon's life had given
Once awhile awaken by nightmare, their chest clenching caused by the familiar pain of missing their abandoned loves.
One night
Another damp night in a beautiful swamp near the Sahara desert
The hippo proposed the flamingo to settle down , "would you stay with me, love? , Because I dont think I can bear another night without you"
With a sad look in her eyes , the flamingo throw her gaze at the far horizons
"Oh dear," begged the hippo, "Oh dear," the hippo cried, "take me away with you, please... "
And that brings a flick of laughter in Flamingo eyes, a trickle of tear fell down from her eyes
"Darling, I will be missing you", answer the flamingo, ended the conversation
**
Thats the begin of the hippo gaining weight, because of depression
broken hearted hippo, ate and ate and ate
now the hippo weighed 3000 pound appproximately
hihi
***
Hippo'nya patah hati, tapi lebih serem lagi kalo hippo terbang kan?
=))
I think I am gonna start to draw icon Hippo & Flamingo for my series
Terdiam aku di sudut, sementara 'aku' dan berjuta 'aku' lainnya menokohkan cerita.
Aku kah itu?
Aku ada. Masih ada. Tapi entah akan seperti apa.
I miss to hug the adults on a kid way.
Playfully and genuine. Worry free.
Sent from Maroon
Powered by The Nerves
*all over again.
Sent from Maroon
Powered by The Nerves
I love you. I love you not.
Gimme another line.
Because that one is not mine.
The sun has lost it shines.
Our path no longer intertwined.
*if_you_choose_that_way
Sent from Maroon
Powered by The Nerves
Salah satunya hari ini, pergi ke UGD dan di'infus (gue ga pernah sama sekali dirawat). Dan , penyebabnya pun konyol. Keracunan.
Keracunan sayur bayam. Go ahead, rolled your eyes.
Oh, ternyata gini rasanya diinfus.
Ga enak. *ye kaliiiiiii
Apakah aku akan pertama kali merasakan menjadi istri tahun ini? Hihihi.
Jangan tahun ini ah, kecepetan. *gegayaan
(mein crib)
Sent from Maroon
Powered by The Nerves
Seharusnya pagi itu, aku menggenggam tanganmu lebih lama
Seharusnya, aku tidak perlu berucap cinta di mata
Seharusnya aku menolakmu meminta tatap kedua
Seharusnya aku memeluk. Seharusnya aku meninggalkan.
Seharusnya aku,kamu tak perlu ada
Seharusnya aku kamu,di detik ini, masih bersama.
*inspired by how many people regretting an event on the past..
Sent from Maroon
Powered by The Nerves
+ : What are you doing?
- : Nothing, I'm trying to picking up some soundtracks for my suicide.
+ : Got any?
- : Yup. I got some list here, wanna hear?
+ : Ok…What are they?
- : Here's the list :
+ : So?
- : So..Just wait and see..
+ : Ok, just make sure, no hesitate this time. It's your moments.
- : No prob.
+ : Eh. What about the preparation? Your fam?
- : All I need is very serious feeling of ignorance, and after that, I don't think I will have problem with committing suicide. And, yeah. I already got the feelings.
Please noted that I already make some arrangements of my belongings. So they won't be that miserable because I still remember them in my last breath.
+ : Sounds so good. So see you in….the journey from 'Here" to "There"
Wijaya terbiasa membuka pintu dan jendela, supaya tidak pengap katanya. Seperti senja ini. Aku mendapati rumah dengan jendela dan pintu terbuka lebar.
Aku cuma sempat berpapasan sebentar dengan Wijaya, dia cuma menungguku pulang dan segera berangkat. 'Sudah ditunggu ojek dari tadi', ujarnya saat aku mengucap salam memasuki rumah. Mukanya antara lega, kesal dan kasihan harus meninggalkanku sendirian di rumah.
Sekarang aku berdiri di ambang rumah, korden-korden gemulai tertiup angin sore.
Aku tidak suka.
Aku lebih suka semuanya tertutup. Aku nyaman dengan situasi yang aku bisa kontrol, aku tidak mau memendam takut jika ada orang atau binatang yang masuk saat aku terlelap.
Dan sekarang.
'Kejadian kan? Sialan kau, Jaya' rutukku.
Di pintu terakhir yang harusnya kututup, kutemukan mahluk eh bocah perempuan ini.
Pelan-pelan kudekati mahluk so Dora alike ini. Poninya bergoyang-goyang pelan.
'Kamu siapa?'
Dia diam, masih dengan sungging senyum dan bola mata jernih membesar.
'Sudah sore, kamu pulang ya? Nanti dicari Mama kamu'
dijawab desau angin.
Dia menatapku tajam, langsung menghujam.
Anjing!kenapa aku jadi takut. Tenang La. Its just a kid. A little kid.
Aku merengkuhnya. Sedikit menarik lengannya. Dingin.
Damn. Ini manusia bukan sih? Rasa takut mulai meraja. Sia-sia mengendalikannya. Berusaha menyusun plot bagaimana ini bocah bisa berada di dapur saja aku ga sanggup.
Ok. Breath. Bisa jadi, anak ini bermain petak umpet dengan teman-temannya. Lalu, dia mendapati pintu belakang rumah terbuka, jadi dia memutuskan untuk bersembunyi disitu.
Sambil menggandeng anak ini berjalan keluar, otakku menyusun skenario tapi sialnya otakku juga bermain logika, mengeluarkan pertanyaan kenapa.
'Kenapa dia diam saja, tak bersuara sedikitpun? Bahkan saat aku mencengkram bahunya seperti ini'
Pintu belakang seperti berjarak ribuan cahaya.
Aku ingin sekali meninggalkan anak ini dan berlari ke kamar. Biar saja dia diam disitu. Apa peduliku.
Jika ada orang yang mencari, aku tinggal memberitahunya.
Tapi bukan begitu caranya. Moralku menang.
Aku tidak berani menatap ke bawah. Dia berjalan sambil memperhatikanku. Tak henti. Tanpa jeda. Aku sesekali melirik dari ekor mata. Sial. Tidak adakah yang mengajarinya kalau tidak sopan menatap orang terus menerus, kalau berjalan lihatlah ke depan, supaya tidak jatuh terantuk batu.
Fiuh, pintu belakang. Bergegas aku menghentakan pintu. Mendorong pundak si Dora untuk berjalan di depan. Dia memang berjalan, tapi terus mengunci pandangan ke mataku.
Aku mengangkat alis tinggi-tinggi. Memasang muka galak. Aku tahu aku gagal. Muka takut yang terbaca. Aku terintimidasi anak setinggi separuh paha.
Dia berhenti tepat di depan pintu.
Senja sudah habis dimakan malam.
Semesta menghitam.
Ibu-ibu tetangga menatapku penuh selidik. Si ibu juga sedang menggendong anaknya seumuran di creepy.
Aku tersenyum lemah,bertanya, berlutut disamping anak ini.
'Ibu, tahu ini anak siapa? Tau-tau ada di dalam rumah. Saya khawatir orangtuanya mencari. Saya tanya tidak menjawab'
Ibu itu menggeleng perlahan. Mengeluarkan gumaman.
Aku tidak bisa mendengarnya. For god sake. Kemana suara orang-orang ini.
'apa Bu? Saya tidak dengar'
'Bawa ke pak RT saja', ujarnya perlahan.
Aku menghela nafas kesal. Tidak bisakah aku meninggalkannya di pintu?
Aku tau rumah pak RT, tak jauh dari sini.
Aku tidak suka harus berjalan menembus malam untuk tanggung jawab yang tak pernah kuminta.
Saat aku mau berdiri, aku baru sadar, bocah ini berdiri dekat sekali di sisi kananku.
Tiba-tiba dia mengalungkan tangannya ke leherku.
Aku terkesiap. Telat bereaksi.
Tangannya ketat memeluk leher.
Detik berikutnya yang ku tau.
Rasa sakit di dada kanan. Dia menghisap putingku paksa.
Atau memakannya. Entah.
Aku berteriak sejadinya. Mencakar udara bahkan juga mukanya.
Mukanya menghitam. Pandangannya setan.
Semua gelap.
Sent from Maroon
Powered by The Nerves
*my mom was rushed to hospital last sunday. Another asthma attacks.
Sent from the heart
Power by the brain.
Seperti sebelumnya, aku meminta bantuanmu.
Katakan.
Bunuh aku.
All music and lyrics written by CALLmeKAT
Tell me something new
Enlighten this dull conversation
And show me your point of you
Or just one really good reason
Why I should kiss you
Give in
Fall down
From my high horse
Do you really want to be
In this overcrowded heart
I have something else to do
And we âre so far apart
Give me more than smoke and mirrors
Supply me with a view too beautiful to fake
And save me from this embracing fear of
Missing out on chances I should take
Now should i kiss you
Give in
Fall down
From my high horse
Do you really want to be
In this overcrowded heart
I have something else to do
And we are so far apart
When you lie there I dont know what to say
All my bright thoughts they slip way
Terbaca ragu
'Lakukan dan kita genapkan kegilaan ini ' , kataku.
Senja itu berlumur dusta
#facfict - saturday nite
*korban keracunan kentut bocah 4 tahun, yang bau'nya masif busuknya*
Sent from Maroon
Powered by The Nerves
"... Kau disana, Tris? .."
"Iya, aku disini..
Hela nafas.
"Tris, kamu ga bisa terus-terusan diam"
"……aku juga tidak bisa terus-terusan menangis"
Hela nafas. Lagi.
" Aku harus pergi. Aku telepon lagi nanti, ya?"
"iya, thanks. "
"Tris, please. Ini sulit buat aku juga"
"…iya, maaf.."
"talk to you later, dear. Be good to your self ….." , 2 detik jeda dan 2 detik dalam satu tarikan nafas , "..sayang kamu, Tris. Selalu"
Hujan belum juga reda dari tadi malam. Dari tarikan nafas dua detik.
Trisca menghembuskan nafas di kaca jendela. Uap. Embun. Jarinya membuat putaran-putaran menggambar di kaca. Lama-lama kusut. Seperti kepalanya.
Tik. Tik. Tik. Rintik dari cucuran tingkap teras tak membuat suasana tenang. Ritmik harusnya menenangkan. Yoga membuat tenang dengan ritme hmmm'nya kan?
Kemana matahari saat dibutuhkan? Patah hati? Kalah dengan bulan dan memilih bersembunyi di balik awan.
You used to be my sunshine. Now I can't find you anywhere.
Tapi yang satu ini, suka bikin gue nyengir kalo inget.
Dulu, jaman duluuuu banget, waktu gue jadi komuter Jakarta - Jogja naik ekonomi, pernah satu kali barengan ama cowo-cowo temen gereja gue. Ada 4 orang kalo ga salah.
Itu juga ketemunya di stasiun dan sama-sama ngeteng (ga beli tempat duduk/tiket, bayar ama kondektur). Jadi saling jaga-jagaan.
Karena ngerasa kasian mereka pasti di kos'an ribet cari sarapan, gue ajakin mereka pulang dulu ke rumah gue di Jogja.
Rame-rame'lah kami ke rumah. Makan udah, numpang bersih-bersih udah. Mereka mau pamit, nanya jalur bis ke arah kos'an mereka.
Yah, meneketehe, kalo lo nanya dari senen ke blok m naik apa, gue masih tau. Ini gue juga baru dateng. Nanyalah gue ke abang gue. Dia jawab sambil lalu, gue bilang, udah jelasin aja daripada salah.
Abang gue keluar ke ruang tamu. Jeng jeng! ' Lhoh! Kowe ngopo Put!'
Ya elah, ternyata mas Puput itu sohibnya halah sohib, karibnya abang gue. Temen nongkrong di kampus. Hahahahah. Katroo. Yanga ada mereka reunian berdua.
Udah ni ya..bubar kita semua.
Sorenya, gue kumat ganjennya. Pengen maen ke kost'an gebetan. Jieee. Hahaha.
brrrmmm. Naik motor.
Eh namanya Deni (kaya penting aje)
Hihi
Parkir motor, lewat samping, tiba-tiba ada jendela dibuka. Sesosok raut wajah yang akrab. Perasaan baru liat.
'LHOH! Beth! Ngapain?!'
Yaaaaaah. Mas Puput lagiiiiiii.
Hahahha.
Ternyata mas puput lagi nginep di 'kost'an itu. Dan ternyata lagi, mas puput ituuu seniornya Deni di SaDhar!!. Bagos.
Gue ga jadi ganjen, jadinya duduk-duduk di luar. Hahahah. Daripada nyampe'nya ga enak ke abang gue.
Hehe.
Selang berapa tahun kemudian...5-6 th. Di rumah Jakarta waktu itu buka warung ayam bakar.
Pas kebetulan gue yang jaga. Ada dua cowo masuk. Pas mau ngasih menu. Liat-liatan kaya kenal.
Ya elaaaaah. Mas Puput ama mas Robby, sahabat abang gue yang suka nginep di rumah. Mereka juga kaget, karena mereka milih tempat makannya random. Hahaha.
A weird coincidence.
Dunia emang sempit.
Deni kemana ya? Hihihi
Sent from Maroon
Powered by The Nerves
Ternyata laher dan kabel buat speedometer musti ganti. Sok atuh wae lah diganti. Yang penting aman buat saya berkendara. Sepagian nongkrong cantik di bengkel. Memindahkan pundi-pundi berharga dari dompet saya ke laci kasir bengkel si Engkoh sambil memantrai diri sendiri 'ini penting, ikhlas, biar selamat' hihi
Anyway, setelah itu pas dicoba, motor saya udah oke. Ditarik juga pas. Halaaaah. Ngemeng ape gue? Tapi begitu ngelirik spion. Weiiits. Kok ga enak buat memantau sekitar.
Mulailah saya meradang.
Huh. Gini ni yang gue ga suka kalo kepegang orang. Dipas-pas'in standard dia, ganti-ganti seenaknya.
Itu yang di kepala saya.
Abiis itu diem. Dulu temen kantor saya, A, juga pernah dipinjem mobilnya sama B, temen kantor juga. Emang si itu mobil kantor, tapi udah jadi jatah si A. Kebetulan mobil B lagi masuk bengkel, tapi harus keluar kantor, jadinya pinjem mobil A, yang kebetulan seharian ngendon di kantor. Sore hari, saya nebeng pulang di mobil A, dia sambil nyalain radio, dia ngomel-ngomel, karena default channel radio'nya diubah sama B, yang seleranya bumi-langit. Kalo mau dipikir santai, sbenernya kan bisa dianggap ya udahlah, radio doang, tokh bisa di setting ulang.
Tapi bukan disitu masalahnya kan? Tapi zona nyaman yang terusik.
Sama kaya spion saya. Mungkin buat si mekanik, setelan spion yang dia buat itu udah paling uenak. Tapi engga buat saya.
Just like the life. Ini kaya cubitan lagi buat mulut nyinyir dan hati bitchy saya.
Setelan idup yang saya anggap bener, belum tentu enak or nyaman buat temen or orang-orang yang saya kritisi.
Saya diingetin buat toleran.
This is what I've said to my self
*Bok, lo spion mengsong dikit aja kesel. Lo suka sok ngebenerin idup orang. Kali dah dia salah, biarin aja, kalo dia nyaman begitu? Tokh sama-sama udah gede. Ingetin seperlunya jangan intervensi. Kalo dia mau berubah, let he or she do it his or her self. And who are you to say? Condoliza Rice? Hehe *
#Ok. Lips sealed. Just like my legs.
#eh, tapi sumpah ya, saya masih kesel kalo ngelirik spion dan musti udaha ngebenerin setiap waktu. Damn mechanic.
Sent from RedRidingHood